Mahasiswa akhir, itulah gelar yang kusandang saat ini dengan
seabrek aktivitas yang menyita. Disamping judul skripsiku yang dianggap lumayan
menguras otak, dan beberapa mata pelajaran tambahan yang menemani ku dan
menambah kesulitan skripsi, ternyata banyak juga problematika yang menghampiriku
dan dapat menyita sebagian waktuku.
Mulai dari problem yang datang dari tanah airku, kedua orang tua
ku yang akan menunaikan rukun islam yang ke 5, berangkat ke tanah suci untuk
menunaikan ibadah haji yang lumayan sedikit mengurangi jatah bulananku dengan
banyak pengertian, sebagai anak yang baik aku hanya mengiyakan dan mendo'akan
semoga segala nya sesuai dengan harapan. Dan orang tua ku tak henti-henti nya
mengiming imingi aku untuk segera pulang agar rumah masih terdapat penghuni nya
disaat kedua orang tua ku terbang ketanah suci, karena aku merupakan anak yang
pertama dan wajar bila segala beban tanggung jawab berada di pundak ku.
Tepat 1 minggu yang lalu saat rasa
bahagia ini tak terkuak karena menerima sebuah pesan singkat via internet dari
ibuku nun jauh disana tapi pesan itu seketika mengguncang ragaku menghilangkan
kepingan kebahagiaan, Pesan itu memberitahukan bahwa kakekku meninggal dunia
karena serangan jantung, Aku hanya bisa pasrah pada sang Maha, ingin ku protes
mengapa Engkau ambil satu persatu orang yang kusayangi mulai dari nenek ku yang
meninggal sebelum aku sempat menginjakan kaki di negri ini pun akibat serangan
jantung, saat itu tak henti-hentinya aku menangis membayangkan apa yang akan
hilang lagi jika kuteruskan langkahku menuju negri ini. Setelah 3 tahun berlalu
akibat meningganya nenek ku yang mengiris setiap bagian relung hatiku kini
kakek ku yang harus kembali menghadap Sang Pencipta.
Mataku basah oleh air yang mengalir
begitu deras melalui pelupuk mata, keluar dan semakin menderas. Begitu perihkan
semua cobaan hidup ini? Adakah orang yang lebih menderita dari penderitaan ku
saat ini?
Itulah serangkaian pertanyaan yang
berkecamuk dalam batinku selama berhari-hari bahkan berminggu-minggu, tetapi dibalik
irisan hati yang telah terbelah aku coba untuk merangkai nya kembali, merangkai
menjadi pundi-pundi yang kokoh, dan ku tanamkan rasa syukur atas segala
peristiwa dan musibah yang menimpaku.
Selalu ku tampakkan senyum dalam
setiap menjalani aktivitas, terkadang hati perih tak terkira dengan ketiadaan
kakek ku tanpa aku disampingnya, tetapi selalu ku berprasangka baik pada Sang
Pencipta, hanya dengan sujud kepada Nya hati menjadi tenang dan damai, bahwa
disela-sela cobaanku aku mempunyai sang Maha, Maha segala dalam menjadikan
kesedihan sebagai kebahagiaan dan kebahagiaan sebagai kesedihan.
Ajaran agama yang telah ku pelajari
seumur hidupku, seluruh syari’at yang kupelajari sedari buaian ibu yang
mengandungku, akankah semua pelajaran itu ku makan mentah-mentah atau dari
semua itu aku dapat menciptakan sebuah intan berlian dalam diriku.
Ku coba untuk berbicara dengan hati
kecilku, berdiskusi dan mencari solusi, karena hanya hati kecil yang dapat
menjawab semua kegundahan ini.
Kuaplikasikan kata sabar dan syukur
ternyata luar biasa hasilnya, aku mulai membangun kembali kepingan hatiku yang
terpecah, kurangkai dengan lem termahal dan kusatukan utuh.
Kujalani aktivitas seperti biasa,
kuhadapi setiap kepingan masalah dengan senyum kemenangan setelah menyatukan kepingan
hatiku yang berantakan.
Tapi ketika kepingan hati itu utuh
kembali, ia meretak perlahan meninggalkan bekas yang lumayan dalam, bagaimana
tidak, ditengah skripsiku, selalu ku temui kendala. Sulitnya mencari dosen
pembimbing menjadi kendala utama keterlambatan ku dalam mengerjakan tugas
skripsi, mulai tak ada kejelasan dari dosen satu ke dosen lain yang ku minta
untuk membimbingku dalam penyelesaian tugas akhir, dan berkali-kali judul
skripsi ku ditolak mentah-mentah karena mungkin tidak sesuai dengan prosedur
penetapan.
Kembali kukumpulkan sisa-sisa
kepingan hati ini, mencoba untuk bertahan dan berdiri tegak, tetapi sungguh
kali ini aku lemah dan mulai problem intern yang bergejolak diantara
sahabat-sahabat ku, problem yang tak ku sangka-sangka harus meledak bak
mercusuar seperi ini.
Sejujurnya aku lelah untuk harus
terus menerus membangun kepingan hati yang hancur, aku sudah begitu lelah dan
rapuh, tapi hidup ini selalu mengajariku untuk bersikap tegar dan tangguh.
Kubangun kembali susunan hatiku yang
mulai tak tertata rapih, ku rapihkan satu-persatu ganjalan hidup, kubangun utuh
satu persatu membentuk warna yang indah, seindah pelangi setelah terpaan
gerimis yang mendung, hatiku menjadi berwarna wari karena susunan itu telah
rapih, dan kali ini utuh membingkai dan berwarna warni bak pelangi, itulah
sifat positif yang kutanamkan dalam hatiku, sifat positf yang mampu
menyelesaikan dan menambal kerusakan hati bahkan lebih dari itu, ia menciptakan
warna yang indah manawan, warna yang tak lagi gelap bak mendung sebelum hujan,
warna itu membawaku pada kebahagiaan dan kedamaian hidup, ternyata sifat
positif mampu dan berperan begitu besar dalam menyangga pondasi hati baik yang
hanya retak ataupun hancur.
Tapi entah sampai kapan warna itu dapat
bertahan ???? ?
sabar nya vi.... Innallaha ma'anaa...*_*
BalasHapus